KUMPULAN PUISI: DI BAWAH ARSY LEMBAYUNG SENJA part IV



PENGUASA JAGAD

Untuk para pendosa dan nestapa yang ingin kembali ke jalan-Nya

 


KETIKA KU BERSUJUD PADA ILLAHI

30 Oktober 2015
Renyuk hati ini meresapi
Perasaan mendadak ngilu
Saat mulai menyadari
Tetes air mata tlah membasahi kalbu

Teringat akan dosa yang menggunung
Teringat akan perbuatkan yang hina
Teringat akan nafsu yang dulu tak bisa dibendung
Menghasilkan perilaku nista

Gemetar rasanya tubuh ini
Rasa angin tak seperti biasa
Gigiku gemeretak saat menyadari
Nafsuku tlah memutuskan asa

Kini aku termangu meratapi
Ketika dosa tlah lama meracun sanubari
Namun aku sudah menyadari
Ketika ku bersujud pada illahi





AKU ADALAH MANUSIANYA

0:10
Salahkan jika aku taat
Salahkah jika aku setia
Salahkah jika aku baik
Salahkah jika aku jujur
Tapi kenapa
Tuhan seakan buta
Tuhan seakan tuli
Tuhan seakan bisu
Tuhan seakan mati
Salahkah jika aku ingkar
Salahkah jika aku mendua
Salahkah jika aku jahat
Salahkah jika aku bohong
Karena sekarang
Tuhan sudah buta
Tuhan sudah tuli
Tuhan sudah bisu
Tuhan sudah mati
Itu karena
Dunia sudah gila
Dunia sudah lupa
Dunia sudah hina
Dunia sudah luka
Itu karena
Manusia menjadi penjahat
Manusia menjadi pendusta
Manusia menjadi penghianat
Manusia menjadi pelanggar
Aku adalah manusianya
























LUKA

9/10/15 6:10
Mengerang di kegelapan malam
Kala hati tlah jadi nestapa
Kala sakit sudah tidak terasa
Membumbung tinggi terbawa lupa
Terbius kerlingan semata
Tubuh ini berselimut luka
Sesak dengan aroma busuk

Luka karena sebuah kerlingan
Kala itu masih fajar
Dan tak tau
Keelokan tlah mendusatai janji
Keelokan tlah meracun hati
Kehangatan tlah mengoyak diri
Keangkuhan tlah meotong jemari
Dan kerlingan menundukkan hari
Duh gusti adakah sebuah pengampunan
Pada si nestapa yang penuh luka





 

Kasih TUHAN

Dia berkata, “aku hanya butiran debu”
Saat itu dia sedang putus cinta
Saat itu TUHAN marah
TUHAN merasa diremehkan

Hidupnya bertambah hina
Dia benar-benar seperti butiran debu
Tertiup dari satu tempat ke tempat lain
Tanpa ada seorang pun yang perduli

Dia berkata, “aku tak lebih hina dari bangkai”
Saat itu dia diusir keluarganya karena dia hamil
Saat itu TUHAN iba padanya
TUHAN merasa cobaan tlah memupuskan harapan hamba-Nya

Bertiuplah kelembutan TUHAN padanya
Dirasakannya dekapan tubuh tegap
Menemukannya di ujung jalan gelap
Yang lebih pantas dikatakan jalan putus asa

Katanya, “jadilah istriku. Dan akan kujadikan kau bidadariku.”
Dia menatap pria itu dengan linglung
Dia berkata, “TUHAN masih peduli padaku”
TUHAN hanya tersenyum mendengar kata hatinya.

SAMA

Bagaimana bisa?
Aku tidak menirunya
Bagaimana bisa?
Ideku berbeda dengannya

Memang Tuhanku dan dia sama
Memang aku dan dia juga buatan Tuhan
Memang aku lahir di tempat yang sama
Memang aku keluar dari perut yang sama

Tapi aku juga ingin dipandang berbeda
Haruskah kita berpakaian sama
Aku juga ingin dipandang punya nyawa berbeda
Bukan hanya cerminan semata

Apa ini ketidakadilan Tuhan
Apa Tuhan sudah kehabisan ide
Atau Tuhan sudah lelah membuat
Jadi Tuhan meniru buatannya sendiri

Jadi yang meniru bukan aku kan
Tuhanlah yang meniru buatan-Nya
Aku bukan peniru, aku tak mau disalahkan
Karena yang sama denganku jika tak mau disalahkan

BALADA PENDOSA

08/09/2015 0.49
Akankah Tuhan mendengar jerit hatiku
Saat aku salah menarik siku
Saat aku gagal memilih laku
Saat aku buta arah tujuanku
Aku naik pitam
Semua terasa hitam legam
Terlihat sosok muram
Kau. Menatapku dengan tajam
Sayatan takdir perih mengisir nasibku
Tuhan seakan tak ada untukku
Carakan kesialan bertubi-tubi mencabikku
Menghancurkan pondasi pertahananku
Saat lafas-Mu tlah lama hilang dari bibirku yang kian memerah
Saat tubuhku tlah jauh dari pakaian yang panjang dan indah
Saat dada yang tertutup berubah jadi gundukan seksi yang merekah
Saat peluh dan desah kenikmatan tlah jadi bahasa yang bergairah
Saat itulah dia ada di hari-hariku
Menuntunku dengan suara mendayu-dayu
Memberiku kenikmatan yang semu
Saat aku membutuhkan tempat untuk mengadu
Tangan ini berteriak jangan
Kaki ini memekik hentikan
Tubuh ini mencoba menahan
Namun dorongan birahi mampu kalahkan semua rintihan
Hanyutlah aku bersama arus hedonis yang bergelimang dosa dan dusta
Hilang sudah rasa cinta
Hilang sudah derajatku sebagai wanita
Kutahu nasib ini berujung derita
Saat tubuh ini mulai tua renta
Saat sipilis telah merata
Saat tubuh mulai meronta
Barulah terlintas, akulah pendosa
Akankah tuhan mendengar rintihku
Mendengar keluhku
Mendengar lirihnya suaraku
Mendengar sesaknya tarikan napasku
Aku rindu peluk-Mu
Aku rindu sentuhan hangat-Mu
Aku rindu kecupan manis-Mu
Bahkan aku rindu tamparan-Mu.
Akankah Tuhan menolongku...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Balada Pendosa

KUMPULAN PUISI: DI BAWAH ARSY LEMBAYUNG SENJA part III