Endapan Penantian
Endapan Penantian
Oleh: putri permata sari
Telah
cukup lama mereka melewati hari demi hari bersama. Merajut kisah dan asa
bersama. Mengarungi lautan suka dan duka. Menyelami kecut manisnya terpaan
hidup di masa muda. Ya, mereka bertiga telah menorehkan setengah kisahnya
didiriku. Data-data yang tersimpan padaku telah menjadi hasil dari sebagian
perjalanan mereka. Entah sampai kapan semua data ini akan menjadi hardfile oleh
pemilikku. Ara. dia satu-satunya gadis yang ada di sekumulan orang ini. ara
adalah pemilikku. Dia kini sedang dirundung kesedihan. Dia menuangkan rasa itu
tadi malam. Sehabis pulang dari bertemu kawan karibnya kurasa. Tatapan sayu dan
mata yang sembab dia tampakkan dihadapanku. Semalaman jarinya terus bercumbu
dengan papan ketikku. Dia menumpahkan semua kekesalan dan kesedihannya padaku
malam itu. Dia terisak, dia tak tahu lagi harus berbuat apa. Dia sangat sedih
saat itu.
Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan kedua sahabatku
saat ini. mengapa mereka selalu saja bertengkar di detik-detik terahkir kita
bersama? Seharusnya kita gunakan untuk membuat kenangan terakhir yang manis.
Apa semua ini karena pandangan kita yang kian hari kian berbeda? Atau memang
kita sudah tidak seharusnya melangkah bersama? Dulu kita selalu bisa meredam
semua konflik ini. namun semakin kita mendekati dengan kata perpisahan, mengapa
hubungan inipun terlesan semakin renggang dan dingin. Sudah tidak ada lagi
gelak tawa yang terlontar malam ini. hanya saling melempar argumen yang
terkesan semakin membuat kita meregang. Aku muak sobat. Aku muak melihat
tingkah laku kalian. Aku sudah berusaha untuk mencob-a memperbaiki hubungan
kita malam ini. namun rasanya hal itu malah memeperburuk keadaan. Sampai salah
satu dari kalian mengucapkan kata berpisah untuk selamanya. Hatiku terenyuh
sobat. Aku hanya bisa menangis di hadapan kalian. Aku hanya bisa menyesali
perbuatanku. Kalau saja kita tidak bertemu malam ini, setidaknya aku tidak
harus mendengar kalimat itu secara langsung. Dan kini aku juga menyadari kalau
aku pun akan segera meninggalkan kalian sobat. Ke tempat yang nantinya mungkin
akan mengubah pandanganku tentang persahabatan.
Begitulah isi hati Ara malam itu. Ara akan
segera berpisah dengan teman-teman terbaiknya. Jagad dan Rama. Mereka berdua
adalah sahabat terbaiknya sejak kecil. Mungkin sejak orok kurasa. Aku
menduganya dari setiap hal yang dia gambarkan dengan kata-kata yang lalu dia
tuangkan padaku. Keakraban mereka, kehangatan kasih sayang sahabat, perasaan
dilindungi, dan merasa dihargai. Ara merasakan semua itu dari sahabatnya.
Setelah malam itu ara memutuskan untuk
memajukan jadwalnya pergi ke jakarta. Tempat yang menurutnya akan mengubah
kehidupannya. Dia ingin mewujudkan mimpinya disana. Dia ingin mewujudkan
impiannya sebagai penulis. Memang sudah banyak bekal yang dia punya. Bekal
pengalaman yang selalu dia tuangkan padaku dalam bentuk ketikan diari maupun
cerpen dan novelet telah penuh sesak di tempat penyimpananku. Sebagian sudah
berhasil dia terbitkan di beberapa majalah, baik majalah sekolah maupun majalah
edisi. Namun ara merasa belum puas jika dia belum terjun langsung ke redaksi
yang mau menampung seluruh karyanya. Dia bertekat, sangat bertekat untuk tidak
dipandang sebelah mata dengan karya-karnyanya.
***
Pagi-pagi sekali ara telah merapikanku dan menaruhnya
ke tempat setia. Tas dengan rajutan bertuliskan “JAR, suara yang menggetarkan”
selalu memberikan kehangatan. Ara berniat pergi ke jakarta pagi ini. ara selalu
menyebutnya dengan kota pucuk emas karena ikon kota itu mempunyai ujung emas,
ya monumen nasional yang sangat ingin ara datangi pertama kali saat dia pertama
kali menginjakkan kakinya di kota itu.
“mah... aku akan pergi hari ini.” kata ara pada mamahnya yang berada
di dapur.
“kamu serius dengan keputusanmu? Hidup di jakarta tidak seperti yang
kamu bayangkan. Disana keras. Kamu tidak punya siapapun yang bisa melindungimu
disana. Kamu tahu sednirikan kalau selama hidupmu kamu selalu terlindungi oleh
kedua sahabatmu itu. Dan kini kamu sendiri. Apa tanpa mereka kamu bisa?” tanya
ibu ara sambil menyiapkan sarapan.
Aku ditaruhnya di samping tempat dia duduk.
“aku bisa tanpa mereka mah... tidak usah diungkit lagi tentang hal
itu...”
Ara
menjawab itu dengan marah. Dia saat ini mencoba melupakan kedua sahabatnya itu.
Dia tidak ingin selalu bergantung pada 2 bujang itu. Dia ingin membuktikan pada
semua yang memandangnya tidak bisa berbuat apa-apa ini nantinya mampu
mewujudkan apa yang dia cita-citakan selama ini. dengan emosi dia menyambar tas
yang berisi diriku dan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun lagi pada ibunya.
Sepertinya dia benar-benar marah. Aku mendengar isak tangisnya sepanjang
perjalanan ke stasiun kereta yang tak jauh dari rumah orang tuanya itu. Beginilah
ara, dia selalu lari dari masalah saat dia tertimpa masalah. Dia tidak mau
menghadapinya dan menyelesaikannya, seperti yang sudah-sudah. Akhirnya selalu
kedua temannya yang menyelesaikan masalahnya, bahkan masalahnya dengan ibunya.
Namun saat ini, tanpa seorang teman disisinya dia kini hanya mampu lari dari
kenyataan yang dia hadapi dan kini mencoba mencari lembar baru untuk dia
torehkan dengan pengalaman baru yang belum dia ketahui.
***
Perjalan
di kereta terasa sangat hening kurasakan. Tidak satu katapun terucapa dari
bibir pemilikku itu. Dia masih terisak pilu hingga malam hari. Orang-orang
disekitarnya telah mencoba menghentikan tangisannya dan menanyakan keadaannya,
namun ara tidak merespon semua perhatian dari mereka semua. Dia tetap menangis.
Semalaman kami bermalam di kereta. Kami sampai di stasiun gambir pagi-pagi
sekali. Ara sudah tidak terisak lagi. Air matanya sudah tidak lagi mengalir
membasahi pipinya. Mungkin karena dia terhibur sesuatu. Dan benar saja, dari
kejauhan puncak monas sudah dapat dia lihat usai keluar dari stasiun gambir.
Tawaran supir taksi yang sejak tadi mengikutinya pun tidak dia gubris. Dia
terfokus pada benda besar dengan puncak emas diatasnya. Sampai kefokusannya
dibuyarkan oleh sesosok laki-laki tegap yang menabrakkan dirinya pada tubuh
ara. akupun tanpa sengaja terlempar. Untung saja tas yang menyelimutiku tebal
jadi aku tidak sampai rusak. Sedangkan ara, dia sedikit marah karena melihat
aku terlempar. Namun setelah dia melihat
wajah orang yang menabraknya rona wajah yang awalnya marah berubah menjadi
merah padam.
“maafkan atas
kelalaianku. Aku yang salah.” Kata pria dengan tubuh tegap itu sambil meraihku
dan membersihkan tas yang kotor akibat jatuh ke tanah.
“oh iya tidak apa-apa.
Aku juga salah karena tidak lihat situasi tempat aku jalan.” Jawab ara yang
sedikit salah tingkah sambil mengambil diriku yang tadi ada di tangan pemuda
itu.
“kamu seperti baru
pindah ya? Barang bawaanmu banyak sekali. Mungkin aku bisa bantu?” kata pemuda
itu menawarkan diri.
“apa tidak apa-apa? Aku
kesini untuk kesana.” Jawab ara sambil mendekap diriku dan tangan satunya lagi
menunjuk ke arah monas.
“kau ingin
berjalan-jalan kesana? Kalau begitu bangaimana kalau tas dan kopermu ini kamu
titipkan di mobilku saja agar kamu lebih leluasa berjalan-jalan.”
Ara
hanya mengangguk sambil tersipu malu setelah dia melihat seutas senyuman di
wajah pemuda tampan itu. Ara lalu diajak pemuda itu ke parkiran yang tidak jauh
dari tempat mereka bertemu. Perasaan ara saat itu sangat senang, jantungnya
berdebar kencang. Aku dapat merasakannya saat dia memelukku erat di dadanya.
Aku menduga dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pemuda yang sampai
saat ini aku tidak tahu namanya. Namun aku juga bersyukur ara bisa bertemu
dengan pemuda ini. aku hanya bisa berdoa semoga pemuda ini bisa melindunginya
di kota yang baru ara tempati beberapa menit yang lalu.
“taruh saja disini
dik.” Kata pemuda itu sambil membuka pintu mobil.
“terima kasih,”
“mari, aku ajak kamu
berkeliling. Kebetula aku disini sendirian karena memang ingin menenangkan
diri.”
“apa tidak apa-apa? Aku
merasa telah begitu banyak merepotkanmu”
“tidak usah sungkan”
kata pemuda itu sambil meraih tangan ara dan menggandengnya. Namun lucunya ara
lupa menaruhku di mobil. Dia memang selalu begitu. Tidak pernah mau lepas
dariku. Kemanapun aku selalu dibawanya.
Ara
pun dijak berleliling sekitar monas. Dia sangat menikmati kebersamaan itu.
Mereka akhirnya berkenalan secara resmi. Pemuda itu bernama radit. dia bekerja
di bidang travel agensi. Dia saat ini mengambil jatah cuti untuk menenangkan
diri. Lebih tepatnya karena dia habis putus cinta. Ara mendengarkan keluh kesah
radit dengan senang. Mungkin dipikiran ara saat ini dia seperti menemukan seseorang
yang nantinya akan melindungi dirinya di tempat baru ini. ara juga balik
menceritakan latar belakang dirinya, alasan dia kesini, dan kebingungannya
karena tidak mempunyai tujuan akan tinggal dimana sementara ini.
“aku kesini hanya untuk
menggapai impianku menjadi seorang penulis yang hebat dan ingin membuktikan
pada ibuku dan sahabat-sahabatku kalau aku bisa tanpa mereka.” Kata ara yang
memandang radit dengan tatapan berapi-api
“perkataan ibumu benar
ra. Disini tidak seperti yang kamu bayangkan. Kamu membutuhkan banyak kenalan
dan teman jika ingin sukses. Kamu tidak bisa hidup sendiri. Lalu apa rencanamu
setelah berkunjung kesini?”
“sepertinya aku harus
mencari tempat ini, atau setidaknya aku mencari rumah sahabatku ini.” ara
menunjukkan secarik kertas yang berisi alamat sebuah perusahaan redaksi dan
alamat rumah temannya.
“tempat ini lumayan
jauh dari sini. Bila kamu mencarinya hari ini mungkin akan sampai di tempat ini
sore atau malam, belum lagi kalau kamu tersesat. Bagaimana kalau untuk hari ini
kamu tinggal di rumahku, besok akan aku antarkan untuk melamar kerja di tempat
ini.” kata radit yang memandang wajah ara sambil tersenyum manis. Pemuda itu
memang tahu benar bagaimana memerlakukan perempuan seperti ara. ara memang
masih terlalu lugu untuk berprasangka buruk pada orang yang baru beberapa jam
ini dia kenal. Semoga saja dia orang yang baik.
“sepertinya aku tidak
bisa menerima pertolonganmu yang satu ini, aku terlalu banyak merepotkanmu
sejak pertama kali bertemu denganmu. Lagi pula tidak baik mengajak teman wanita
ke rumah bukan?”
“aku tidak akan tega
melihatmu mencari alamat ini sendirian. Lagipula hari ini cuaca sangat terik,
kulitmu bisa hitam seketika bila berada terlalu lama diluar.”
“kau ini berlebihan.”
“sekarang kamu tidak
punya pilihan lagi. Ayo masuk” kata radit sambil membukakan pintu mobilnya
untuk ara.
***
Rumah radit sangat
megah. Ara terkagum dibuatnya. Ara bahkan tidak percaya bahwa dia hari ini
telah bertemu dengan orang yang mungkin akan benar-benar merubah hidupnya ini.
rona wajah ara sangat senang saat ini. dia begitu bangga pada pemuda itu sampai
tangannya sangat dingin ketika menyentuhku. Meski aku tak tahu apa yang
dipikirkan ara saat ini, yang aku tahu dia sangat menyukai pria itu. Dan itu
artinya ara jatuh cinta untuk pertama kalinya.
***
Malam
harinya ara menyempatkan dirinya untuk menulis kisahnya seharian ini padaku dan
aku akhirnya mengetahui isi hati ara.
Hari ini dewi fortuna benar-benar menaungiku. Aku bertemu
dengan pangeran tampan yang sedang patah hati. Aku memang belum menghayal untuk
menyembuhkan hatinya, namun aku berharap suatu saat nanti dia bisa memandangku.
Seperti mimpi saja bukan. Entah apa jadinya jika hari ini aku tidak bertemu
dengannya. Mungkin malam ini aku akan jadi gelandangan dan tidur di depan
ruko-ruko yang tutup. Namun sungguh aku benar-benar menyukai pria itu. Dia
bernama radit. tatapan matanya, caranya menyebut namaku, aroma tubuhnya,
tubuhnya yang tegap, semuanya aku menyukainya benar-benar meyukainya. Dan
terlintas di benakku untuk membuat cerita baru yang mengisahkan tentang
petualanganku bersama dia. Akan lebih menarik jika suatu saat nanti aku dan dia
bisa berjalan bersama sebagai sepasang kekasih. Ya... aku sudah memutuskan
untuk membuat novel tentang ini. ending ceritanya akan ku serahkan pada takdir
yang akan menuntunku. Semoga keputusan ini adalah keputusan yang akan membawaku
pada kesuksesan. Amin.
***
Hari demi hari ara lalui bersama radit.
makan bersama, jalan-jalan bersama, dan hal-hal sepele pun mereka lakukan
bersama. Radit tidak segan-segan membantu ara mencari redaksi yang mau menerima
dia bekerja di tempat itu dan menampung karya-karyanya. Dan 3 hari mencari,
akhirnya ara mendapatkan pekerjaan di perusahaan tempat teman radit bekerja.
Teman radit mengatakan kalau tulisan-tulisan ara sangat natural, sangat
menggambarkan isi hati dan perasaan dan mampu membawa pembaca hanyut dalam
ceritanya. Ara sangat senag dengan penilaian itu. Begitu juga dengan radit. dia
sangat bangga pada wanita yang belum genap berumur 20 tahun itu.
“aku sangat senang akhirnya bisa mendapat pekerjaan juga. Itu berkat
kamu dit. Tanpamu mungkin aku sudah jadi gelandangan sekarang.”
“tidak perlu seperti itu. Aku sangat senang membantumu.”
“tapi kenapa kamu begitu baik padaku? Aku kira pria di jakarta itu
semuanya jahat”
“tidak semua, buktinya aku tidak...”
“lalu kenapa kamu begitu baik padaku?”
“karena aku menyukaimu?”
“menyukaiku? Sejak kapan? Kenapa kamu menyukaiku? Ini hal yang tidak
biasa...” respon ara terheran-heran.
“sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Apa kamu mau jadi
pacarku?” tanya radit sambil memegang tangan ara.
Saat itu mereka sedang berada di kantin kantor tempat ara bekerja.
“ini terlalu mendadak dit. Aku tidak tahu harus berkata apa?”
Kalau aku bisa berbicara mungkin aku yang
akan mengatakannya kalau ara yjuga mennyukai radit. baru pertama kalinya
menerima penyataan cinta dari laki-laki sepertinya, makanya ara jadi bersikap
konyol seperti itu.
“emmm... aku menerima pernyataan cintamu dit. Aku mau jadi pacarmu.”
Akhrinya kata itu keluar juga dari mulut tipisnya. Tak sabar aku
mengetahui isi hati ara nanti malam.
***
Sudah jam tiga pagi. Namun ara masih setia
berhadapan denganku menuangkan imajinasinya. Dia menulis apa yang ada
dipikirannya untuk karyanya yang sudah dikejar dateline itu. Sudah 170 halaman
lebih novelnya itu. Dia hampir 1 bulan ini tidur larut bahkan tidak tidur.
Terkadang aku lelah dan sedikit error dengan sistemku karena harus bekerja
hampir 24 jam menemaninya membuat karyanya itu. Hanya radit yang bisa
membuatnya meninggalkanku dan perpaling dariku untuk sejenak.
Untuk malam ini dia tidak menyentuh data
novelnya dia menuangkan isi hatinya. Dia menulis diary yang berisi
percakapannya dengan radit saat dia berkencan.
Hari ini sikap radit berbeda dari biasanya. Entah kenapa dia
hari ini memang sangat berbeda.
Hari ini aku ingin menceritakan hasil novelku yang sudah
hampir jadi. Targetku 200 halaman A4. Dan sekarang sudah 170 halaman. Malam ini
dia mengajakku makan malam di tempat pertama kali kita makan bersama. Di
restoran dekat kawasan monas. Namun sebelum aku sempat menceritakan kabar gembira
ini, dia malah memberiku kabar buruk.
“dit
aku ingin menceritakan sesuatu padamu” kataku dengan nada senang
“aku
juga ingin menceritakan sesuatu yang penting padamu”timpalnya
“Jika
itu lebih penting dari ceritaku, maka katakan..”
“tidak
lama lagi aku harus meninggalkanmu ra... aku harus pergi ke jepang. Ada urusan
bisnis.” Balas radit sambil menatapku penuh harap. Dia menunggu respon dariku.
Aku tidak bisa membendung kesedihanku. Aku menitihkan air
mataku saat itu juga. Aku tidak ingin dia meninggalkanku. Aku tidak ingin dia
pergi dariku seperti sahabat-sahabatku. Tidak lagi. Aku tidak ingin ditinggal
sendirian lagi.
“kenapa
harus pergi? Untuk berapa lama?”jawabku sambil tertunduk dan menyeka air
mataku.
“aku
tidak bisa memastikan. Namun aku ingin kamu menungguku. Aku pasti pulang dan
menemuimu secepat yang aku bisa.” Jawab radit sambil memegang sedua sisi
wajahku dan mengecup keningku. Terasa sangat hangat dan lembut ketika bibirnya
menyentuh keningku. Itu pertama kalinya dia menciumku. Dan pertama kalinya juga
aku dicium seorang laki-laki. Aku kaget dan menatap wajahnya penuh tanya.
“aku
tidak bisa jauh darimu dit. Sungguh aku tidak bisa hidup bila kau tidak di
sampingku. Selama aku disini kau lah yang selalu ada disisiku. Apa jadinya aku
tanpamu. Kau tahu sendiri aku tidak bisa apa-apa tanpa bantuanmu.”
“aku
yakin kamu wanita yang kuat ra. Kamu bisa tanpa aku.”
“aku
tidak bisa meneruskan novelku jika kamu pergi dit. Novel ini tidak akan pernah
menemukan endingnya.” Jawabku dengan nada keras.
“apa
maksudmu ‘tidak bisa menemukan endingnya’?
“karena
kitalah yang menjadi pemeran utama novelku ini...”
“aku
akan kembali ra. Aku akan menemuimu. Secepatnya. Secepat yang aku bisa.
Tunggulah aku. Aku pasti akan pulang.”katanya mengakhiri pembicaraan kami.
Sepulang dari restoran, dia mengajakku berjalan-jalan di
taman sekitar monas.
Dia mengajakku duduk di bangku taman yang berada di dekat
lampu taman yang termaram. Dia meraih pundakku dan mendekapnya hangat. Aku
merasakan kasih sayang yang begitu terasa hanya dari dekapannya itu.
“sungguh
aku juga tidak ingin meninggalkanmu. Namun ini sangat penting dan aku tidak
bisa meninggalkan ini juga.” Katanya sambil menaruh kepalaku bersandar di
bahunya.
“aku
mencoba mengerti. Namun apa jadinya aku tanpamu. Apalagi waktu kepergianmu itu
tidak pasti. Pulangpun tidak pasti. Apa aku betah menunggumu?”kataku dengan
nada menyerah. Sungguh aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih saat itu.
“jika
kamu benar-benar mencintaiku, maka kamu akan dengan setia menungguku sampai aku
kembali padamu.”katanya sambil menghadapkan kepalanya padaku. Aku langsung
mengangkat kepalaku dan menghadap ke wajahnya juga.
“aku
akan menunggumu sampai kau kembali,” jawabku singkat.
Tanpa seperkiraanku radit langsung mendaratkan bibirnya ke
bibirku. Direngkuhnya bibirku tanpa permisi. Dia mencium bibirku dengan penuh
kehangatan dan kasih sayang. Sungguh ini adalah moment terindah yang pernah
kurasakan saat bersamanya. Suasana yang terup dan sejuk semakin menambah
suasana romantis itu. Namun akhirnya tanpa sadar aku meneteskan air mata dan
dia melepaskan bibirku dari bibirnya.
“kau
marah karena kuperlakukan seperti ini?” tanya radit bingung yang melihatku
menangis.
“aku
hanya sedikit terenyuh. Bisa jadi ini adalah ciuman pertama dan terakhirku
darimu.”
“jangan
berkata seperti itu. Aku pasti kembali dan aku akan menemuimu. Pasti.”
Setelah itu kami pulang dan perasaanku terasa sangat campur
aduk. Aku tak tahu lagi apa yang akan terjadi hari esok. Bisa saja radit besok
sudah meninggalkanku tanpa pamit...
***
Setelah malam itu ara selalu dirundung
kesedihan dan ketidakpastian. Dan benar saja, pagi harinya radit sudah tidak
ada di rumah. Dia suda pergi meniggalkan ara dan hanya memberikannya sepucuk
surat yang berisikan agar ara tetap
menunggunya sampai dia pulang. Ara yang malang. Dia tidak seharusnya
mendapat perlakuan seperti itu dari orang yang pernah menyelamatkannya dari
kejamnya hidup di jakarta.
Tiga hari sepetinggal radit, ara tidak lagi
menyentuhku. Dia masih enggan untuk bangkit dari ranjangnya. Sepertinya dia
sakit, atau mungkin masih depresi karena ditinggal kekasihnya itu. Dia sudah
tidak lagi mau bercerita denganku tentang perasaanya. Ataupun meneruskan
novelnya yang sudah tiga hari ini dia tinggalkan. Aku juga sudah lelah
mendengar dirng ponselnya yang berada didekatku ini. semua panggilan berasal
dari atasannya. Mungkin dia ingin menanyakan keadaan ara karena sudah tiga hari
tidak bekerja dan tidak memberi kabar yang jelas. Ara bertambah frustasi saat
dia tidak bisa menghubungi radit. nomer ponselnya tidak aktif. Mungkin dia
berganti nomer setelah sampai di jepang dan lupa untuk memberitahukan pada ara.
***
Kelembaban ini terkadang menggangguku.
Mengusik mimpiku tentang khayalan pemilikku yang akhirnya bisa bersama lagi
dengan orang yang ia cinta. Tak berharap banyak untuk itu. Mungkin hanya
sekedar sebuah pertemuan kecil bisa membuat gairah hidup Ara kembali. Jika
khayalan itu terlalu tinggi, mungkin hanya sekedar mendapat kabar dari surat
atau pesan E-mail akan membuat ara sedikit ingin membuat dia bangkit lagi.
Ara sangat terpuruk saat ini. termenung dan
tenggelam dalam kesendiriannya. Kerjanya sehari-hari hanya bermalas-malasan di
kamarnya. Dia hanya keluar kamar untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi
perutnya. Tidak ada komunikasi yang dia lakukan sepenglihatanku. Aku hanya
melihat aura buruk yang menyelimuti sekeliling ara. wajahnya yang sembab,
matanya yang bengkak dan memerah, bajunya yang kusut karena seharian hanya
bergelimpangan di kasur dan menangisi radit sambil melihat foto atau sms terdahulu.
Aku miris melihat pemandangan itu. Sungguh menyedihkan jika akhir perjuangan
ara seperti ini. semangatnya yang dulu telah hilang dalam sekejap. Semangat itu
telah tertimbun oleh luka hati karena ditinggal orang yang dia cintai itu.
Radit memang kejam rasanya.
***
Empat bulan rasanya sangat lama sampai
akhirnya ara meraihku lagi dan menyentuh papan hurufku lagi. Aku rindu sentuhan
jarinya yang lembut dan hangat menyentuh diriku. Namun kini tangannya sangat
dingin dan lembah. Tubuhnya bergetar dan tatapan matanya kosong. Dia membuka
file novel yang sudah lama tidak dia teruskan. Namun sebelum melanjutkan
menulis novel kembali, dia membuat note kecil yang bertuliskan “aku akan
menunggumu kembali sampai kapanpun.” Hal itu membuat aku terenyuh. Sebegitu
besarkah cinta ara pada radit? entah apa yang ada dipikiran ara saat ini. namun
setelah malam ini, dia tidak lagi menangis dan memulai hidup barunya dengan
lapang dada meski terkadang dia menangis sendirian memandangi foto radit yang
berada di meja.
***
6 tahun sudah rasanya aku menemani ara di
jakarta. Sudah dan senang selalu aku coba tampung di memoriku yang rasanya
sudah penuh sesak. Namun ara sangat menyayangiku dan tidak tega untuk
menjualku. Katanya aku adalah pacar setianya yang selalu setia memandanginya
seburuk apapun keadaannya saat itu. Ya itulah diriku, yang selalu ada untuknya.
Namun note yang dulu pernah dia buat sebagai penanda awal kebangkitan tekadnya
masih terpampang jelas di wajahku. Bahkan sampai dia lulus S1 sastra bahasa
indonesia dan segudang prestasi yang kita lahirkan bersama, note itu masih saja
melekat. Dan ara memang tidak lagi mempunyai teman laki-laki yang sangat dekat
dengannya selain radit. dia selalu menjaga hatinya untuk radit. dia masih
dengan setia menunggu kedatangan radit. sampai suatu ketika, di acara launching
novelnya, novel yang telah 6 tahun dia simpan, dia bertemu dengan radit. namun
ada yang berbeda dengan radit saat ini.
“ara...” panggil radit dengan melambaikan tangan kanannya yang
memegang novel karya ara yang berjudul “endapan penantian” dan menghampiri ara.
saat itu aku berada di samping ara. namun tanga kirinya menggendong seorang
bocah kecil yang sangat cantik dan menggemaskan.
“maaf apa saya mengenal anda?” tanya ara dengan tatapan heran. Dia
memang sangat tidak peka bila disuruh mengingat wajah seseorang.
“aku radit! ingat? Orang yang selalu menyuruhmu untuk menunggu
kedatanganku. Dan sekarang aku kembali” jawab radit dengan senyum yang sama.
Senyum yang dulu membuat ara terpikat.
Ara hanya menatap wajah radit dengan tatapan
sedih. Semua orang yang hadir di acara itu langsung hening melihat pemandangan
itu. Semua terpana dengan adengan mereka berdua. Adegan itu seperti adengan
sepasang kekasih yang telah berpisah begitu lama. Tanpa sadar dia menitihkan air
matanya dihadapan radit.
“mengapa begitu lama? Kamu menghilang tanpa kabar, tanpa jejak. Ku
kira kamu sudah lupa padaku.” Tanya ara dengan tatapan lugu. Wanita ini masih
selugu dulu kalau dalam hal percintaan.
“maafkan aku. Ini semua kesalahanku. Beberapa bulan setelah
meninggalkanmu aku dijodohkan oleh orang tuaku dan aku harus menuruti kemauan
mereka. Kini aku terlah berkeluarga. Maafkan aku ra.” Jawab radit sambil
menunjukkan cincin perkawinan yang melingkar di jari manis tangan kirinya dan
menaruh anak yang tadi di gendongnya.
“lalu mengapa kamu akhirnya menemuimu lagi? Bukankah kamu telah
menemukan pelabuhan hatimu. Buat apa lagi mencariku. Itu akan membuat hatiku
bertambah sakit dit.”
“aku hanya ingin menanyakan padamu, apa kamu masih menungguku?” tanya
radit penuh harap.
“sudah aku katakan dari enam tahun yang lalu, aku masih menunggumu
dan akan terus menunggumu. Meskipun kini kutahu kamu telah berkeluarga dan
mempunyai anak. Aku masih menunggumu.”
Anaknya radit tiba-tiba mendekati ara dan memanggil ara dengan
sebutan mama.
“maukah mau menjadi pendaping hidupku dan manjadi ibu untuk anakku?”
kata radit yang membuat semua orang yang ada di acara itu kaget, terlebih ara. dengan
perlahan radi meraih tangan ara.
“kamu ingin mempunyai 2 istri? Dan kamu melamarku di hadapan anakmu
sendiri dit. Ini hal yang sangat konyol” jawab ara terheran.
“ibu alika telah meninggal 6 bulan yang lalu, dan dia sempat
berpesan supaya aku mencarimu dan menggantikannya sebagai pendamping hidupku
lagi.”
“semudah itukah kamu memintaku berpaling padamu? Setelah sekian lama
kamu mencampakkanku?” jawab ara sambil terisak. Semua orang yang ada di acara
itu ikut terharu, terutama fans ara, orang yang sangat mencintai karya ara
karena seluruh karyanya sangat menyentuh. Terlebih novel yang dia launching
hari ini. karena pemeran untamanya dapat langsung dia lihat aslinya.
“aku hanya berusaha menepati janjiku untuk kembali padamu. Meski
rasanya itu telah sangat terlambat. Namun itu keputusanmu. Aku telah pasrah
dengan semua keputusanmu.”
Terdengar satu persatu dari tamu undangan
yang datang bersorak mengatakan “terima.” Ara masih tertegun dengan kenyataan
yang dia hadapi saat ini. dia seperti bermimpi. Masih sulit untuk dipercaya.
Jujur aku juga merasa seperti bukan kenyataan.
Ara dengan cepat menghempaskan tangan radit
dari tangannya. Perlakuan itu membuat semua orang sekaligus radit kaget dan
membuat semua merasa sedikit kecewa. Namun beberapa detik kemudian ara memeluk
radit dan mengatakan “aku menerima lamaranmu dit” radit lalu melepaskan pelukan
ara dan mengecup kening ara dihadapan semua orang.
Semua orang yang berada disana bersorak
gembira dan bertempuk tangan. Lalu ara meraih microfon yang berada didekatku.
“novelku ini memang belum memiliki ending. Namun beruntunglah bagi
teman-temanku, pembaca setia karyaku, dan para tamu udangan yang telah hadir di
launching novelku ini. karena sebenarnya kajadian inilah yang telah aku tunggu
sebagai ending dari novel ini. kalian bisa mengisi halaman kosong yang telah
tersedia menurut versi kalian.”
Semua orang kembali persorak dan bertemuk
tangan untuk merayakan terselesainya ending dari novel yang menjadi salah satu
saksi bisu perjalanan cinta dan cita dari kehidupan ara. pemilikku yang sangat
menyayangiku.
“terima kasih telah dengan setia menungguku. Aku benar-benar sangat
berterima kasih padamu ra. Kamu memang orang yang diciptakan tuhan untukku.”
Kata radit sambil tersenyum manis pada ara.
“mamah...” teriak alika sambil meminta peluk oleh calon ibu barunya.
***
Komentar
Posting Komentar