Endapan Penantian



Endapan Penantian
Oleh: putri permata sari
Telah cukup lama mereka melewati hari demi hari bersama. Merajut kisah dan asa bersama. Mengarungi lautan suka dan duka. Menyelami kecut manisnya terpaan hidup di masa muda. Ya, mereka bertiga telah menorehkan setengah kisahnya didiriku. Data-data yang tersimpan padaku telah menjadi hasil dari sebagian perjalanan mereka. Entah sampai kapan semua data ini akan menjadi hardfile oleh pemilikku. Ara. dia satu-satunya gadis yang ada di sekumulan orang ini. ara adalah pemilikku. Dia kini sedang dirundung kesedihan. Dia menuangkan rasa itu tadi malam. Sehabis pulang dari bertemu kawan karibnya kurasa. Tatapan sayu dan mata yang sembab dia tampakkan dihadapanku. Semalaman jarinya terus bercumbu dengan papan ketikku. Dia menumpahkan semua kekesalan dan kesedihannya padaku malam itu. Dia terisak, dia tak tahu lagi harus berbuat apa. Dia sangat sedih saat itu.
Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan kedua sahabatku saat ini. mengapa mereka selalu saja bertengkar di detik-detik terahkir kita bersama? Seharusnya kita gunakan untuk membuat kenangan terakhir yang manis. Apa semua ini karena pandangan kita yang kian hari kian berbeda? Atau memang kita sudah tidak seharusnya melangkah bersama? Dulu kita selalu bisa meredam semua konflik ini. namun semakin kita mendekati dengan kata perpisahan, mengapa hubungan inipun terlesan semakin renggang dan dingin. Sudah tidak ada lagi gelak tawa yang terlontar malam ini. hanya saling melempar argumen yang terkesan semakin membuat kita meregang. Aku muak sobat. Aku muak melihat tingkah laku kalian. Aku sudah berusaha untuk mencob-a memperbaiki hubungan kita malam ini. namun rasanya hal itu malah memeperburuk keadaan. Sampai salah satu dari kalian mengucapkan kata berpisah untuk selamanya. Hatiku terenyuh sobat. Aku hanya bisa menangis di hadapan kalian. Aku hanya bisa menyesali perbuatanku. Kalau saja kita tidak bertemu malam ini, setidaknya aku tidak harus mendengar kalimat itu secara langsung. Dan kini aku juga menyadari kalau aku pun akan segera meninggalkan kalian sobat. Ke tempat yang nantinya mungkin akan mengubah pandanganku tentang persahabatan.
Begitulah isi hati Ara malam itu. Ara akan segera berpisah dengan teman-teman terbaiknya. Jagad dan Rama. Mereka berdua adalah sahabat terbaiknya sejak kecil. Mungkin sejak orok kurasa. Aku menduganya dari setiap hal yang dia gambarkan dengan kata-kata yang lalu dia tuangkan padaku. Keakraban mereka, kehangatan kasih sayang sahabat, perasaan dilindungi, dan merasa dihargai. Ara merasakan semua itu dari sahabatnya.
Setelah malam itu ara memutuskan untuk memajukan jadwalnya pergi ke jakarta. Tempat yang menurutnya akan mengubah kehidupannya. Dia ingin mewujudkan mimpinya disana. Dia ingin mewujudkan impiannya sebagai penulis. Memang sudah banyak bekal yang dia punya. Bekal pengalaman yang selalu dia tuangkan padaku dalam bentuk ketikan diari maupun cerpen dan novelet telah penuh sesak di tempat penyimpananku. Sebagian sudah berhasil dia terbitkan di beberapa majalah, baik majalah sekolah maupun majalah edisi. Namun ara merasa belum puas jika dia belum terjun langsung ke redaksi yang mau menampung seluruh karyanya. Dia bertekat, sangat bertekat untuk tidak dipandang sebelah mata dengan karya-karnyanya.
***
Pagi-pagi sekali ara telah merapikanku dan menaruhnya ke tempat setia. Tas dengan rajutan bertuliskan “JAR, suara yang menggetarkan” selalu memberikan kehangatan. Ara berniat pergi ke jakarta pagi ini. ara selalu menyebutnya dengan kota pucuk emas karena ikon kota itu mempunyai ujung emas, ya monumen nasional yang sangat ingin ara datangi pertama kali saat dia pertama kali menginjakkan kakinya di kota itu.
“mah... aku akan pergi hari ini.” kata ara pada mamahnya yang berada di dapur.
“kamu serius dengan keputusanmu? Hidup di jakarta tidak seperti yang kamu bayangkan. Disana keras. Kamu tidak punya siapapun yang bisa melindungimu disana. Kamu tahu sednirikan kalau selama hidupmu kamu selalu terlindungi oleh kedua sahabatmu itu. Dan kini kamu sendiri. Apa tanpa mereka kamu bisa?” tanya ibu ara sambil menyiapkan sarapan.
Aku ditaruhnya di samping tempat dia duduk.
“aku bisa tanpa mereka mah... tidak usah diungkit lagi tentang hal itu...”
Ara menjawab itu dengan marah. Dia saat ini mencoba melupakan kedua sahabatnya itu. Dia tidak ingin selalu bergantung pada 2 bujang itu. Dia ingin membuktikan pada semua yang memandangnya tidak bisa berbuat apa-apa ini nantinya mampu mewujudkan apa yang dia cita-citakan selama ini. dengan emosi dia menyambar tas yang berisi diriku dan pergi tanpa mengatakan sepatah katapun lagi pada ibunya. Sepertinya dia benar-benar marah. Aku mendengar isak tangisnya sepanjang perjalanan ke stasiun kereta yang tak jauh dari rumah orang tuanya itu. Beginilah ara, dia selalu lari dari masalah saat dia tertimpa masalah. Dia tidak mau menghadapinya dan menyelesaikannya, seperti yang sudah-sudah. Akhirnya selalu kedua temannya yang menyelesaikan masalahnya, bahkan masalahnya dengan ibunya. Namun saat ini, tanpa seorang teman disisinya dia kini hanya mampu lari dari kenyataan yang dia hadapi dan kini mencoba mencari lembar baru untuk dia torehkan dengan pengalaman baru yang belum dia ketahui.
***
Perjalan di kereta terasa sangat hening kurasakan. Tidak satu katapun terucapa dari bibir pemilikku itu. Dia masih terisak pilu hingga malam hari. Orang-orang disekitarnya telah mencoba menghentikan tangisannya dan menanyakan keadaannya, namun ara tidak merespon semua perhatian dari mereka semua. Dia tetap menangis. Semalaman kami bermalam di kereta. Kami sampai di stasiun gambir pagi-pagi sekali. Ara sudah tidak terisak lagi. Air matanya sudah tidak lagi mengalir membasahi pipinya. Mungkin karena dia terhibur sesuatu. Dan benar saja, dari kejauhan puncak monas sudah dapat dia lihat usai keluar dari stasiun gambir. Tawaran supir taksi yang sejak tadi mengikutinya pun tidak dia gubris. Dia terfokus pada benda besar dengan puncak emas diatasnya. Sampai kefokusannya dibuyarkan oleh sesosok laki-laki tegap yang menabrakkan dirinya pada tubuh ara. akupun tanpa sengaja terlempar. Untung saja tas yang menyelimutiku tebal jadi aku tidak sampai rusak. Sedangkan ara, dia sedikit marah karena melihat aku terlempar.  Namun setelah dia melihat wajah orang yang menabraknya rona wajah yang awalnya marah berubah menjadi merah padam.
“maafkan atas kelalaianku. Aku yang salah.” Kata pria dengan tubuh tegap itu sambil meraihku dan membersihkan tas yang kotor akibat jatuh ke tanah.
“oh iya tidak apa-apa. Aku juga salah karena tidak lihat situasi tempat aku jalan.” Jawab ara yang sedikit salah tingkah sambil mengambil diriku yang tadi ada di tangan pemuda itu.
“kamu seperti baru pindah ya? Barang bawaanmu banyak sekali. Mungkin aku bisa bantu?” kata pemuda itu menawarkan diri.
“apa tidak apa-apa? Aku kesini untuk kesana.” Jawab ara sambil mendekap diriku dan tangan satunya lagi menunjuk ke arah monas.
“kau ingin berjalan-jalan kesana? Kalau begitu bangaimana kalau tas dan kopermu ini kamu titipkan di mobilku saja agar kamu lebih leluasa berjalan-jalan.”
Ara hanya mengangguk sambil tersipu malu setelah dia melihat seutas senyuman di wajah pemuda tampan itu. Ara lalu diajak pemuda itu ke parkiran yang tidak jauh dari tempat mereka bertemu. Perasaan ara saat itu sangat senang, jantungnya berdebar kencang. Aku dapat merasakannya saat dia memelukku erat di dadanya. Aku menduga dia jatuh cinta pada pandangan pertama dengan pemuda yang sampai saat ini aku tidak tahu namanya. Namun aku juga bersyukur ara bisa bertemu dengan pemuda ini. aku hanya bisa berdoa semoga pemuda ini bisa melindunginya di kota yang baru ara tempati beberapa menit yang lalu.
“taruh saja disini dik.” Kata pemuda itu sambil membuka pintu mobil.
“terima kasih,”
“mari, aku ajak kamu berkeliling. Kebetula aku disini sendirian karena memang ingin menenangkan diri.”
“apa tidak apa-apa? Aku merasa telah begitu banyak merepotkanmu”
“tidak usah sungkan” kata pemuda itu sambil meraih tangan ara dan menggandengnya. Namun lucunya ara lupa menaruhku di mobil. Dia memang selalu begitu. Tidak pernah mau lepas dariku. Kemanapun aku selalu dibawanya.
Ara pun dijak berleliling sekitar monas. Dia sangat menikmati kebersamaan itu. Mereka akhirnya berkenalan secara resmi. Pemuda itu bernama radit. dia bekerja di bidang travel agensi. Dia saat ini mengambil jatah cuti untuk menenangkan diri. Lebih tepatnya karena dia habis putus cinta. Ara mendengarkan keluh kesah radit dengan senang. Mungkin dipikiran ara saat ini dia seperti menemukan seseorang yang nantinya akan melindungi dirinya di tempat baru ini. ara juga balik menceritakan latar belakang dirinya, alasan dia kesini, dan kebingungannya karena tidak mempunyai tujuan akan tinggal dimana sementara ini.
“aku kesini hanya untuk menggapai impianku menjadi seorang penulis yang hebat dan ingin membuktikan pada ibuku dan sahabat-sahabatku kalau aku bisa tanpa mereka.” Kata ara yang memandang radit dengan tatapan berapi-api
“perkataan ibumu benar ra. Disini tidak seperti yang kamu bayangkan. Kamu membutuhkan banyak kenalan dan teman jika ingin sukses. Kamu tidak bisa hidup sendiri. Lalu apa rencanamu setelah berkunjung kesini?”
“sepertinya aku harus mencari tempat ini, atau setidaknya aku mencari rumah sahabatku ini.” ara menunjukkan secarik kertas yang berisi alamat sebuah perusahaan redaksi dan alamat rumah temannya.
“tempat ini lumayan jauh dari sini. Bila kamu mencarinya hari ini mungkin akan sampai di tempat ini sore atau malam, belum lagi kalau kamu tersesat. Bagaimana kalau untuk hari ini kamu tinggal di rumahku, besok akan aku antarkan untuk melamar kerja di tempat ini.” kata radit yang memandang wajah ara sambil tersenyum manis. Pemuda itu memang tahu benar bagaimana memerlakukan perempuan seperti ara. ara memang masih terlalu lugu untuk berprasangka buruk pada orang yang baru beberapa jam ini dia kenal. Semoga saja dia orang yang baik.
“sepertinya aku tidak bisa menerima pertolonganmu yang satu ini, aku terlalu banyak merepotkanmu sejak pertama kali bertemu denganmu. Lagi pula tidak baik mengajak teman wanita ke rumah bukan?”
“aku tidak akan tega melihatmu mencari alamat ini sendirian. Lagipula hari ini cuaca sangat terik, kulitmu bisa hitam seketika bila berada terlalu lama diluar.”
“kau ini berlebihan.”
“sekarang kamu tidak punya pilihan lagi. Ayo masuk” kata radit sambil membukakan pintu mobilnya untuk ara.
***
Rumah radit sangat megah. Ara terkagum dibuatnya. Ara bahkan tidak percaya bahwa dia hari ini telah bertemu dengan orang yang mungkin akan benar-benar merubah hidupnya ini. rona wajah ara sangat senang saat ini. dia begitu bangga pada pemuda itu sampai tangannya sangat dingin ketika menyentuhku. Meski aku tak tahu apa yang dipikirkan ara saat ini, yang aku tahu dia sangat menyukai pria itu. Dan itu artinya ara jatuh cinta untuk pertama kalinya.
***
Malam harinya ara menyempatkan dirinya untuk menulis kisahnya seharian ini padaku dan aku akhirnya mengetahui isi hati ara.
Hari ini dewi fortuna benar-benar menaungiku. Aku bertemu dengan pangeran tampan yang sedang patah hati. Aku memang belum menghayal untuk menyembuhkan hatinya, namun aku berharap suatu saat nanti dia bisa memandangku. Seperti mimpi saja bukan. Entah apa jadinya jika hari ini aku tidak bertemu dengannya. Mungkin malam ini aku akan jadi gelandangan dan tidur di depan ruko-ruko yang tutup. Namun sungguh aku benar-benar menyukai pria itu. Dia bernama radit. tatapan matanya, caranya menyebut namaku, aroma tubuhnya, tubuhnya yang tegap, semuanya aku menyukainya benar-benar meyukainya. Dan terlintas di benakku untuk membuat cerita baru yang mengisahkan tentang petualanganku bersama dia. Akan lebih menarik jika suatu saat nanti aku dan dia bisa berjalan bersama sebagai sepasang kekasih. Ya... aku sudah memutuskan untuk membuat novel tentang ini. ending ceritanya akan ku serahkan pada takdir yang akan menuntunku. Semoga keputusan ini adalah keputusan yang akan membawaku pada kesuksesan. Amin.
***
Hari demi hari ara lalui bersama radit. makan bersama, jalan-jalan bersama, dan hal-hal sepele pun mereka lakukan bersama. Radit tidak segan-segan membantu ara mencari redaksi yang mau menerima dia bekerja di tempat itu dan menampung karya-karyanya. Dan 3 hari mencari, akhirnya ara mendapatkan pekerjaan di perusahaan tempat teman radit bekerja. Teman radit mengatakan kalau tulisan-tulisan ara sangat natural, sangat menggambarkan isi hati dan perasaan dan mampu membawa pembaca hanyut dalam ceritanya. Ara sangat senag dengan penilaian itu. Begitu juga dengan radit. dia sangat bangga pada wanita yang belum genap berumur 20 tahun itu.
“aku sangat senang akhirnya bisa mendapat pekerjaan juga. Itu berkat kamu dit. Tanpamu mungkin aku sudah jadi gelandangan sekarang.”
“tidak perlu seperti itu. Aku sangat senang membantumu.”
“tapi kenapa kamu begitu baik padaku? Aku kira pria di jakarta itu semuanya jahat”
“tidak semua, buktinya aku tidak...”
“lalu kenapa kamu begitu baik padaku?”
“karena aku menyukaimu?”
“menyukaiku? Sejak kapan? Kenapa kamu menyukaiku? Ini hal yang tidak biasa...” respon ara terheran-heran.
“sejak pertama kali aku bertemu denganmu. Apa kamu mau jadi pacarku?” tanya radit sambil memegang tangan ara.
Saat itu mereka sedang berada di kantin kantor tempat ara bekerja.
“ini terlalu mendadak dit. Aku tidak tahu harus berkata apa?”
Kalau aku bisa berbicara mungkin aku yang akan mengatakannya kalau ara yjuga mennyukai radit. baru pertama kalinya menerima penyataan cinta dari laki-laki sepertinya, makanya ara jadi bersikap konyol seperti itu.
“emmm... aku menerima pernyataan cintamu dit. Aku mau jadi pacarmu.”
Akhrinya kata itu keluar juga dari mulut tipisnya. Tak sabar aku mengetahui isi hati ara nanti malam.
***
Sudah jam tiga pagi. Namun ara masih setia berhadapan denganku menuangkan imajinasinya. Dia menulis apa yang ada dipikirannya untuk karyanya yang sudah dikejar dateline itu. Sudah 170 halaman lebih novelnya itu. Dia hampir 1 bulan ini tidur larut bahkan tidak tidur. Terkadang aku lelah dan sedikit error dengan sistemku karena harus bekerja hampir 24 jam menemaninya membuat karyanya itu. Hanya radit yang bisa membuatnya meninggalkanku dan perpaling dariku untuk sejenak.
Untuk malam ini dia tidak menyentuh data novelnya dia menuangkan isi hatinya. Dia menulis diary yang berisi percakapannya dengan radit saat dia berkencan.
Hari ini sikap radit berbeda dari biasanya. Entah kenapa dia hari ini memang sangat berbeda.
Hari ini aku ingin menceritakan hasil novelku yang sudah hampir jadi. Targetku 200 halaman A4. Dan sekarang sudah 170 halaman. Malam ini dia mengajakku makan malam di tempat pertama kali kita makan bersama. Di restoran dekat kawasan monas. Namun sebelum aku sempat menceritakan kabar gembira ini, dia malah memberiku kabar buruk.
“dit aku ingin menceritakan sesuatu padamu” kataku dengan nada senang
“aku juga ingin menceritakan sesuatu yang penting padamu”timpalnya
“Jika itu lebih penting dari ceritaku, maka katakan..”
“tidak lama lagi aku harus meninggalkanmu ra... aku harus pergi ke jepang. Ada urusan bisnis.” Balas radit sambil menatapku penuh harap. Dia menunggu respon dariku.
Aku tidak bisa membendung kesedihanku. Aku menitihkan air mataku saat itu juga. Aku tidak ingin dia meninggalkanku. Aku tidak ingin dia pergi dariku seperti sahabat-sahabatku. Tidak lagi. Aku tidak ingin ditinggal sendirian lagi.
“kenapa harus pergi? Untuk berapa lama?”jawabku sambil tertunduk dan menyeka air mataku.
“aku tidak bisa memastikan. Namun aku ingin kamu menungguku. Aku pasti pulang dan menemuimu secepat yang aku bisa.” Jawab radit sambil memegang sedua sisi wajahku dan mengecup keningku. Terasa sangat hangat dan lembut ketika bibirnya menyentuh keningku. Itu pertama kalinya dia menciumku. Dan pertama kalinya juga aku dicium seorang laki-laki. Aku kaget dan menatap wajahnya penuh tanya.
“aku tidak bisa jauh darimu dit. Sungguh aku tidak bisa hidup bila kau tidak di sampingku. Selama aku disini kau lah yang selalu ada disisiku. Apa jadinya aku tanpamu. Kau tahu sendiri aku tidak bisa apa-apa tanpa bantuanmu.”
“aku yakin kamu wanita yang kuat ra. Kamu bisa tanpa aku.”
“aku tidak bisa meneruskan novelku jika kamu pergi dit. Novel ini tidak akan pernah menemukan endingnya.” Jawabku dengan nada keras.
“apa maksudmu ‘tidak bisa menemukan endingnya’?
“karena kitalah yang menjadi pemeran utama novelku ini...”
“aku akan kembali ra. Aku akan menemuimu. Secepatnya. Secepat yang aku bisa. Tunggulah aku. Aku pasti akan pulang.”katanya mengakhiri pembicaraan kami.
Sepulang dari restoran, dia mengajakku berjalan-jalan di taman sekitar monas.
Dia mengajakku duduk di bangku taman yang berada di dekat lampu taman yang termaram. Dia meraih pundakku dan mendekapnya hangat. Aku merasakan kasih sayang yang begitu terasa hanya dari dekapannya itu.
“sungguh aku juga tidak ingin meninggalkanmu. Namun ini sangat penting dan aku tidak bisa meninggalkan ini juga.” Katanya sambil menaruh kepalaku bersandar di bahunya.
“aku mencoba mengerti. Namun apa jadinya aku tanpamu. Apalagi waktu kepergianmu itu tidak pasti. Pulangpun tidak pasti. Apa aku betah menunggumu?”kataku dengan nada menyerah. Sungguh aku benar-benar tidak bisa berpikir jernih saat itu.
“jika kamu benar-benar mencintaiku, maka kamu akan dengan setia menungguku sampai aku kembali padamu.”katanya sambil menghadapkan kepalanya padaku. Aku langsung mengangkat kepalaku dan menghadap ke wajahnya juga.
“aku akan menunggumu sampai kau kembali,” jawabku singkat.
Tanpa seperkiraanku radit langsung mendaratkan bibirnya ke bibirku. Direngkuhnya bibirku tanpa permisi. Dia mencium bibirku dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Sungguh ini adalah moment terindah yang pernah kurasakan saat bersamanya. Suasana yang terup dan sejuk semakin menambah suasana romantis itu. Namun akhirnya tanpa sadar aku meneteskan air mata dan dia melepaskan bibirku dari bibirnya.
“kau marah karena kuperlakukan seperti ini?” tanya radit bingung yang melihatku menangis.
“aku hanya sedikit terenyuh. Bisa jadi ini adalah ciuman pertama dan terakhirku darimu.”
“jangan berkata seperti itu. Aku pasti kembali dan aku akan menemuimu. Pasti.”
Setelah itu kami pulang dan perasaanku terasa sangat campur aduk. Aku tak tahu lagi apa yang akan terjadi hari esok. Bisa saja radit besok sudah meninggalkanku tanpa pamit...
***
Setelah malam itu ara selalu dirundung kesedihan dan ketidakpastian. Dan benar saja, pagi harinya radit sudah tidak ada di rumah. Dia suda pergi meniggalkan ara dan hanya memberikannya sepucuk surat yang berisikan agar ara tetap  menunggunya sampai dia pulang. Ara yang malang. Dia tidak seharusnya mendapat perlakuan seperti itu dari orang yang pernah menyelamatkannya dari kejamnya hidup di jakarta.
Tiga hari sepetinggal radit, ara tidak lagi menyentuhku. Dia masih enggan untuk bangkit dari ranjangnya. Sepertinya dia sakit, atau mungkin masih depresi karena ditinggal kekasihnya itu. Dia sudah tidak lagi mau bercerita denganku tentang perasaanya. Ataupun meneruskan novelnya yang sudah tiga hari ini dia tinggalkan. Aku juga sudah lelah mendengar dirng ponselnya yang berada didekatku ini. semua panggilan berasal dari atasannya. Mungkin dia ingin menanyakan keadaan ara karena sudah tiga hari tidak bekerja dan tidak memberi kabar yang jelas. Ara bertambah frustasi saat dia tidak bisa menghubungi radit. nomer ponselnya tidak aktif. Mungkin dia berganti nomer setelah sampai di jepang dan lupa untuk memberitahukan pada ara.
***
Kelembaban ini terkadang menggangguku. Mengusik mimpiku tentang khayalan pemilikku yang akhirnya bisa bersama lagi dengan orang yang ia cinta. Tak berharap banyak untuk itu. Mungkin hanya sekedar sebuah pertemuan kecil bisa membuat gairah hidup Ara kembali. Jika khayalan itu terlalu tinggi, mungkin hanya sekedar mendapat kabar dari surat atau pesan E-mail akan membuat ara sedikit ingin membuat dia bangkit lagi.
Ara sangat terpuruk saat ini. termenung dan tenggelam dalam kesendiriannya. Kerjanya sehari-hari hanya bermalas-malasan di kamarnya. Dia hanya keluar kamar untuk mencari sesuatu yang dapat mengisi perutnya. Tidak ada komunikasi yang dia lakukan sepenglihatanku. Aku hanya melihat aura buruk yang menyelimuti sekeliling ara. wajahnya yang sembab, matanya yang bengkak dan memerah, bajunya yang kusut karena seharian hanya bergelimpangan di kasur dan menangisi radit sambil melihat foto atau sms terdahulu. Aku miris melihat pemandangan itu. Sungguh menyedihkan jika akhir perjuangan ara seperti ini. semangatnya yang dulu telah hilang dalam sekejap. Semangat itu telah tertimbun oleh luka hati karena ditinggal orang yang dia cintai itu. Radit memang kejam rasanya.
***
Empat bulan rasanya sangat lama sampai akhirnya ara meraihku lagi dan menyentuh papan hurufku lagi. Aku rindu sentuhan jarinya yang lembut dan hangat menyentuh diriku. Namun kini tangannya sangat dingin dan lembah. Tubuhnya bergetar dan tatapan matanya kosong. Dia membuka file novel yang sudah lama tidak dia teruskan. Namun sebelum melanjutkan menulis novel kembali, dia membuat note kecil yang bertuliskan “aku akan menunggumu kembali sampai kapanpun.” Hal itu membuat aku terenyuh. Sebegitu besarkah cinta ara pada radit? entah apa yang ada dipikiran ara saat ini. namun setelah malam ini, dia tidak lagi menangis dan memulai hidup barunya dengan lapang dada meski terkadang dia menangis sendirian memandangi foto radit yang berada di meja.
***
6 tahun sudah rasanya aku menemani ara di jakarta. Sudah dan senang selalu aku coba tampung di memoriku yang rasanya sudah penuh sesak. Namun ara sangat menyayangiku dan tidak tega untuk menjualku. Katanya aku adalah pacar setianya yang selalu setia memandanginya seburuk apapun keadaannya saat itu. Ya itulah diriku, yang selalu ada untuknya. Namun note yang dulu pernah dia buat sebagai penanda awal kebangkitan tekadnya masih terpampang jelas di wajahku. Bahkan sampai dia lulus S1 sastra bahasa indonesia dan segudang prestasi yang kita lahirkan bersama, note itu masih saja melekat. Dan ara memang tidak lagi mempunyai teman laki-laki yang sangat dekat dengannya selain radit. dia selalu menjaga hatinya untuk radit. dia masih dengan setia menunggu kedatangan radit. sampai suatu ketika, di acara launching novelnya, novel yang telah 6 tahun dia simpan, dia bertemu dengan radit. namun ada yang berbeda dengan radit saat ini.
“ara...” panggil radit dengan melambaikan tangan kanannya yang memegang novel karya ara yang berjudul “endapan penantian” dan menghampiri ara. saat itu aku berada di samping ara. namun tanga kirinya menggendong seorang bocah kecil yang sangat cantik dan menggemaskan.
“maaf apa saya mengenal anda?” tanya ara dengan tatapan heran. Dia memang sangat tidak peka bila disuruh mengingat wajah seseorang.
“aku radit! ingat? Orang yang selalu menyuruhmu untuk menunggu kedatanganku. Dan sekarang aku kembali” jawab radit dengan senyum yang sama. Senyum yang dulu membuat ara terpikat.
Ara hanya menatap wajah radit dengan tatapan sedih. Semua orang yang hadir di acara itu langsung hening melihat pemandangan itu. Semua terpana dengan adengan mereka berdua. Adegan itu seperti adengan sepasang kekasih yang telah berpisah begitu lama. Tanpa sadar dia menitihkan air matanya dihadapan radit.
“mengapa begitu lama? Kamu menghilang tanpa kabar, tanpa jejak. Ku kira kamu sudah lupa padaku.” Tanya ara dengan tatapan lugu. Wanita ini masih selugu dulu kalau dalam hal percintaan.
“maafkan aku. Ini semua kesalahanku. Beberapa bulan setelah meninggalkanmu aku dijodohkan oleh orang tuaku dan aku harus menuruti kemauan mereka. Kini aku terlah berkeluarga. Maafkan aku ra.” Jawab radit sambil menunjukkan cincin perkawinan yang melingkar di jari manis tangan kirinya dan menaruh anak yang tadi di gendongnya.
“lalu mengapa kamu akhirnya menemuimu lagi? Bukankah kamu telah menemukan pelabuhan hatimu. Buat apa lagi mencariku. Itu akan membuat hatiku bertambah sakit dit.”
“aku hanya ingin menanyakan padamu, apa kamu masih menungguku?” tanya radit penuh harap.
“sudah aku katakan dari enam tahun yang lalu, aku masih menunggumu dan akan terus menunggumu. Meskipun kini kutahu kamu telah berkeluarga dan mempunyai anak. Aku masih menunggumu.”
Anaknya radit tiba-tiba mendekati ara dan memanggil ara dengan sebutan mama.
“maukah mau menjadi pendaping hidupku dan manjadi ibu untuk anakku?” kata radit yang membuat semua orang yang ada di acara itu kaget, terlebih ara. dengan perlahan radi meraih tangan ara.
“kamu ingin mempunyai 2 istri? Dan kamu melamarku di hadapan anakmu sendiri dit. Ini hal yang sangat konyol” jawab ara terheran.
“ibu alika telah meninggal 6 bulan yang lalu, dan dia sempat berpesan supaya aku mencarimu dan menggantikannya sebagai pendamping hidupku lagi.”
“semudah itukah kamu memintaku berpaling padamu? Setelah sekian lama kamu mencampakkanku?” jawab ara sambil terisak. Semua orang yang ada di acara itu ikut terharu, terutama fans ara, orang yang sangat mencintai karya ara karena seluruh karyanya sangat menyentuh. Terlebih novel yang dia launching hari ini. karena pemeran untamanya dapat langsung dia lihat aslinya.
“aku hanya berusaha menepati janjiku untuk kembali padamu. Meski rasanya itu telah sangat terlambat. Namun itu keputusanmu. Aku telah pasrah dengan semua keputusanmu.”
Terdengar satu persatu dari tamu undangan yang datang bersorak mengatakan “terima.” Ara masih tertegun dengan kenyataan yang dia hadapi saat ini. dia seperti bermimpi. Masih sulit untuk dipercaya. Jujur aku juga merasa seperti bukan kenyataan.
Ara dengan cepat menghempaskan tangan radit dari tangannya. Perlakuan itu membuat semua orang sekaligus radit kaget dan membuat semua merasa sedikit kecewa. Namun beberapa detik kemudian ara memeluk radit dan mengatakan “aku menerima lamaranmu dit” radit lalu melepaskan pelukan ara dan mengecup kening ara dihadapan semua orang.
Semua orang yang berada disana bersorak gembira dan bertempuk tangan. Lalu ara meraih microfon yang berada didekatku.
“novelku ini memang belum memiliki ending. Namun beruntunglah bagi teman-temanku, pembaca setia karyaku, dan para tamu udangan yang telah hadir di launching novelku ini. karena sebenarnya kajadian inilah yang telah aku tunggu sebagai ending dari novel ini. kalian bisa mengisi halaman kosong yang telah tersedia menurut versi kalian.”
Semua orang kembali persorak dan bertemuk tangan untuk merayakan terselesainya ending dari novel yang menjadi salah satu saksi bisu perjalanan cinta dan cita dari kehidupan ara. pemilikku yang sangat menyayangiku.
“terima kasih telah dengan setia menungguku. Aku benar-benar sangat berterima kasih padamu ra. Kamu memang orang yang diciptakan tuhan untukku.” Kata radit sambil tersenyum manis pada ara.
“mamah...” teriak alika sambil meminta peluk oleh calon ibu barunya.
***


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN PUISI: DI BAWAH ARSY LEMBAYUNG SENJA part IV

Balada Pendosa

KUMPULAN PUISI: DI BAWAH ARSY LEMBAYUNG SENJA part III